Senin, 03 Januari 2011

Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia

Menurut Abdul Munip ada 5 (lima) jalur transmisi pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia yaitu:
1. Jalur Dakwah oleh Imigran Muslim
Peranan imigran muslim dalam proses awal transmisi pengetahuan keislaman Timur Tengah ke Nusantara memulai bentuknya secara formal pada masa Sultan Ri’ayat Syah (memerintah 1571-1579). Pada masanya ilmu-ilmu keislaman diajarkan oleh seorang ulama Mekkah, Muhammad Azhari. Kemudian pada tahun 1580-an sejumlah pendatang Arab seperti abu al-Khair bin Syeikh Ibn hajar dan Muhammad al-Yamani datang ke aceh yang berperan penting dalam transfer ilmu-ilmu keislaman sebagai guru. Sementara itu, Muhammad al-Hamid, paman Nuruddin ar-Raniri juga mengajarkan ilmu-ilmu keislaman di Aceh pada tahun 1580-1583, dan juga tahun 1589-1604. Sedangkan imigran muslim yang berjasa besar dalam proses transmisi pengetahuan keislaman ke Indonesia adalah Nuruddin ar-Raniri (w. 1658). Beliau dilahirkan dikalangan kelurga Hadrami Gujarat Ahmadabad India.
2. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan disini maksudnya semua aktifitas kependidikan, baik secara informal maupun formal, yang oleh para transmiter dijadikan sebagai sarana untuk mentransformasikan pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia. Biasanya para jamaah haji Indonesia tidak hanya semata-mata menunaikan ibadah haji, tetapi banyak jamaah haji yang menetap beberapa lama atau tahun untuk belajar agama di Mekah. Para Santri Indonesia yang menuntut Ilmu di Mekkah dan Madinah merupakan para transmiter yang sangat berjasa dalam menyebarkan pengetahuan keislaman Timur Tengah.
3. Jalur Penerjemahan
Akulturasi antar budaya melahirkan peradaban baru bagi masyarakat setempat. Demikian juga akulturasi budaya Arab dengan orang –orang yang melaksanakan ibadah haji dan belajar di Tanah Suci Mekkah, menginspirasi mereka untuk membawa kitab-kitab ataupun pengetahuan dari Mekah dan sekitarnya (Timur Tengah) untuk dijadikan acuan dalam proses belajar mengajar dunia pesantren di Indonesia. Sehingga muncullah kegiatan menerjemahkan teks-teks Arab oleh sejumlah ulama yang belajar di Mekah atau Timur Tengah. Hal ini berlangsung sejak abad ke-16 yang dipelopori oleh Abdul Rauf As-Singkili (1615-1693 M) hingga abad sekarang.
Masuknya naskah asli bahasa Arab ke Indonesia dilakukan oleh para jamaah haji dan mukimin Indonesia di Saudi Arabia. Mereka membawa buku-buku Timur Tengah, sebagian buku-buku itu dijadikan materi yang diajarkan di berbagai pesantren. Buku-buku tersebut kebanyakan karya ulama klasik yang berfaham Sunni, yang menjadi mazhab teologi yang dominan di Indonesia.
Di samping melalui para jamaah haji dan mukimin di Saudi Arabia dan Timur Tengah, buku-bukuTimur Tengah masuk ke Indonesia melalui agen penerbit Timur Tengah dan toko buku yang sengaja mengimpor buku-buku terbitan Timur Tengah. Buku-buku terbitan Dar al-Fikr Beirut dan beberapa penerbit Timur Tengah lainnya dapat di temukan disejumlah toko buku atau kitab. Di toko Asco dan Raja Murah di Pekalongan, toko buku di selatan Masjid Agung Kaliwungu Kendal, toko buku Salamun di pasar Tegalrejo Magelang, dan toko buku Beirut di jalan Timoho yang lokasinya tidak jauh dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Peranan alumni sejumlah perguruan tinggi Timur Tengah seperti Al-Azhar Kairo, Universitas Umm al-Qura’ Mekah, Universitas Khortum Sudan, dan lainnya juga sering membawa buku dari Timur Tengah, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dibeberapa perpustakaan perguruan tinggi Islam seperti UIN, IAIN, STAIN dan PTAIS, banyak mempunyai buku-buku terbitan Timur Tengah, baik didapatkan dari pembelian, maupun hibah.
Bahkan beberapa penerbit besar seperti Mizan, Gema Insani Press, Pustaka Al-Kausar dan lainnya mempunyai divisi khusus melakukan perburuan terhadap buku-buku Timur Tengah. Para penerbit mendatangi pameran buku yang diadakan di Timur Tengah dan membeli buku-buku yang dimungkinkan laku di Indonesia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pada awalnya kegiatan penerjemahan dilakukan secara manual dengan tulisan tangan menggunakan Arab Pegon dan baru abad ke-19 mulai menggunakan teknologi percetakan mesin, itupun dengan mencetaknya di percetakan luar negeri, seperti Singapura dan Bombay India, seperti kitab matan Hikam dan Munjiyat yang diterjemahkan oleh Kyai Shaleh Darat dari Semarang.
Dengan semakin berkembangnya ekonomi dan kebutuhan akan buku-buku agama, maka penerbitan ulang kitab-kitab terbitan Timur Tengah dilakukan oleh penerbit-penerbit lokal seperti Nabhan di Surabaya, Toha Putra dan Al-Munawar di Semarang, Raja Murah di Pekalongan, Al-Ma’arif dan Bulan Bintang di Bandung,dan lain-lain.
4. Jalur Kerjasama Kelembagaan
Jalur kerjasama ini terjalin terutama setelah Indonesia Merdeka dengan pengiriman tenaga ahli oleh pihak Timur Tengah maupun pembukaan lembaga cabang di Indonesia. Bentuk kerjasama yang pertama pernah dibuat yaitu kerjasama antara IAIN Sunan Kalijaga dengan pihak Universitas Al-Azhar. Hal ini dapat dibuktikan adanya kesamaan nama-nama Fakultas yang ada sama dengan nama-nama Fakultas di Al-Azhar. Dalam Peraturan Presiden No. 11 tahun 1960 pasal 2, secara tegas disebutkan”Institut Agama Islam Negeri tersebut bermaksud untuk memberi pengajaran Tinggi dan pusat untuk memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Islam”. Realisasi kerjasama kelembagaan antara IAIN dengan Al-Azhar dan Universitas lainnya di Timur Tengah, antara lain diwujudkan dengan pengiriman prof Dr. Ahmad Syalabi oleh Universitas Kairo ke PTAIN di Indonesia masa awal.
Adapun kerjasama dalam bentuk lembaga, yaitu pendirian Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta. Lembaga ini merupakan cabang dari Universitas King Abdul Aziz di Saudi Arabia. Mahasiswa di LIPIA mendapatkan beasiswa dengan tanpa dipungut beaya dengan tenaga pengajar sebagian besar dari Timur Tengah. Demikian juga di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga diselenggarakan kerjasama yang disebut Ma’had Ali sebagai model pendidikan khusus bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman tingkat akademis dengan sistem asrama.Sedangkan di Universitas Muhammadiyah Surakarta dinamakan “Ma’had Ali Bin Abi Thalib. Kedua lembaga tersebut didirikan mulai tahun 2004 dengan lembaga tinggi di Timur Tengah.
5. Jalur Media Masa dan Teknologi Informasi
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke- 20 komunitas Jawi di Mekah mulai tertarik dengan gagasan pembaharuan Islam di Mesir, bahkan beberapa di antaranya sengaja pindah ke Kairo untuk menuntut ilmu dan bersentuhan langsung dengan gagasan pembaharuan di sana, seperti Tahir Jalaluddin dan Harun Nasution di paruh abad ke-20. Mereka membawa jurnal Al-Manar (Kairo) dan Al-Imam (Singapura) untuk disebarluaskan ke Tanah Air.
Demikian juga pengetahuan keislaman juga disebarluaskan melalui teknologi informasi dan internet. Perusahaan sofware yang bernama Sakhr mengeluarkan berbagai produk keilmuan Islam seperti; 1. The Holy Qur’an yang berisi terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris dan Indonesia, dan kitab-kitab tafsir lainnya; 2. Al-Bayan, berisi program komputer yang menampilkan Sahih Muslim, Sahih Bukhari dan Mustalah al-Hadis yang dilengkapi terjemahan bahasa Inggris dan Melayu.
Di samping itu puluhan CD program dalam berbagai displin keilmuan Islam yang di keluarkan perusahaan sofware di Aman Yordania dengan dengan alamat website www.turath.com, antara lain; 1. Al-Mausu’ah az-ahabiyyah (1997) di bidang hadis berisi 200.000 hadis, 150.000 biografi singkat periwayat hadis dan status dari 80.000 buah hadis; 2. Maktabah al-Bait al-Muslim asy-Syamilah (1998) berisi kumpulan buku keislaman seperti buku-buku hadis, fiqh berbagai mazhab, akhlak dan lain-lain; 3. Al-Aqaid wa al-Milal (1998) berisi 100 buah buku di bidang teologi (kalam) dan lain-lain.
Sumber:
Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004 (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 63.
Akh. Minhaji, “Transformasi IAIN Menjadi UIN: Sebuah Pengantar” dalam Jarot Wahyudi (ed), Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum: Upaya Mempertemukan Epistemologi Islam dan Umum (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hlm. Viii.

Tidak ada komentar: