Jumat, 31 Desember 2010

Pengelolaan Kepustakaan Islam


Pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, telah terjadi pembidangan keilmuan. Dalam Perpustakaan Bait al-Hikmah, beragam disiplin keilmuan menjadi sumber dan referensi yang dikoleksi. Pengoleksian itu dilakukan beradsrkan pembidangan ilmu dengan menyebutkan kluster dan disiplin keilmuannya, termasuk keilmuan yang dihasilkan dari penerjemahan bahasa asing (non Arab), seperti keilmuan Yunani, yang dominan dengan penerjemahan filsafatnya. Ada empat pembagian bidang keilmuan yang dikelola dalam Perpustakaan Bait al-Hikmah. Pertama, bidang ilmu-ilmu berbahasa Arab. Kedua, ilmu-ilmu berbahasa Persia. Ketiga, ilmu-ilmu berbahasa Yunani. Dan keempat ilmu-ilmu berbahasa Suryani (Syiria). Masing-masing dipegang oleh seorang kepala/divisi keilmuan. Masing-masing kepala divisi itu berada di bawah kepemimpinan seorang direktur perpustakaan.

Selain masing-masing divisi, terdapat juga tim penerjemah, yang diketuai atau dikoordinir oleh seorang profesional, yang biasanya direkrut dan ditunjuk langsung oleh khalifah Abbasiyah dari luar Arab. Misalnya, Khalifah al-Mansur (136 – 148 H.), seperti disebutkan di atas, mengangkat Goergeos Bin Gabrail (Jorjeous Bin Jabrail) dari Jundi Shapur, Persia, sebagai staf penerjemah sekaligus dokter pribadinya. Khalifah Harun al-Rasyid mengangkat Yohana dari Suryani (Syiria kuno) sebagai ketua tim ahli penerjemah.

Kebijakan dan Peran Sentral Pemerintah (Khalifah)

Para khalifah pada masa Daulah Abbasiyah adalah pembuat dan pemegang kebijakan dalam berbagai bidang, sosial, politik, kebudayaan dan ekonomi. Pelaksana kebijakannya adalah seorang perdana menteri (al-wazir), meskipun ada kalanya seorang khalifah pembuat dan pelaksana kebijakan sekaligus. Secara struktural, elite-politik dan pemerintahan Daulah Abbasiyah, khususnya para khalifah, seperti Khalifah Harun al-Rasyid (789 – 809 M.) dan putranya, Khalifah al-Ma’Mun (813 – 833 M.) memiliki interest dan political will yang besar dan signifikan dalam bidang kebudayaan, khususnya keilmuan, baik untuk tujuan pengembangan keilmuan maupun pembangunan politik pencitraan daulahnya. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Harun al-Rasyid adalah mendirikan Bait al-Hikmah sebagai sebuah pusat kepustakaan dan keilmuan Islam. Ia adalah perpustakaan terbesar di Iraq dan di dunia pada masanya, yang kemudian berhasil dikembangkan oleh Khalifah al-Ma’mun, putra Khalifah Harun al-Rasyid, dengan melakukan terjemahan buku-buku filsafat Yunani sebagai referensi penting Bait al-Hikmah, dan menjadikannya sebagai pusat kajian keilmuan dan sebuah akademi.

Selain para khalifahnya, perdana menteri juga berperan dalam proses pengembangan kepustakaan Daulah Abbasiyah. Keluarga al-Barmaki, Yahya Bin Khalid al-Barmaki, misalnya beliau berhasil mendatangkan dan menerjemahkan naskah Almagest karya Ptolemy. Sangat boleh jadi, dia juga berperan dalam mempengaruhi kebijakan Khalifah Harun al-Rasyid (789 – 809 M.) ke arah arah pengembangan Bait al-Hikmah dan penerjemahan buku-buku Yunani, sebab selain perdana menteri, dia juga adalah guru Harun al-Rasyid, sebelum diangkat menjadi perdana menteri. Sementara secara kultural kedua khalifah tersebut berhasil dalam mengumpulkan dan mengaktifkan para ulama, ilmuwan dan sasterawan terlibat secara langsung dalam forum-forum ilmiah, penerjemahan, penelitian, proses editing dan penulisan karya dalam pengembangan Bait al-Hikma

Untuk menunjukkan perkembanagan pesat dan kemajuan kepustakaan Islam pada kedua masa khalifah ini, maka berikut akan dijelaskan mengenai perpustakaan Bait al-Hikmah pada masa keduanya, dengan fokus pada koleksi buku-buku, pengelolaan dan pendistribuasian dan pengembangannya, untuk kepentingan kepustakaan Islam pada masanya dan masa berikutnya.

Sumber:

M. Dhaifullah Bathanah, Dirasah fi Tarikh al-Khulafa al-Amawiyyin, hlm. 137 dst.

Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture : The Graeco Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Arabic Society, (London&New York : Routlege, 1998), hlm. 83.

Ibn Nadim, al-Fihrith, hlm. 242.

Kamis, 30 Desember 2010

Perpustakaan Bait al-Hikmah di Baghdad, Irak


Suatu malam Khalifah al-Ma’mun bermimpi dan bertanya kepada Aristoteles tentang makna kebenaran. Wahai filosof agung apa gerangan makna kebenaran itu?Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut akal. Kemudian apa lagi? Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut syara’ (agama). Kemudian apa lagi? Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut pandangan orang mayoritas.

Konon mimpi inilah yang menjadi inspirator bagi Khalifah al-Ma’mun untuk memperkaya Perpustakaan Bait al-Hikmah dengan buku-buku filsafat Yunani. Sebagaimana sudah disebutkan di muka bahwa dari segi istilah yang berbeda-beda,kepustakaan Islam menunjukkan perkembangan dan kematangan (kemajuannya). Istilah Bait al-Hikmah menjadi sangat populer dalam sejarah dan peradaban Islam, karena ia lahir dan berkembang pesat pada masa puncak kemajuan peradaban Islam di Baghdad, Irak. Berbagai periwayatan menyebutkan bahwa perpustakaan Bait al-Hikmah dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada awal abad ke-3 H./awal abad ke-9 (789 – 809 M.), yang mana berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan, seni & kesusasteraan, filsafat, Astronomi, Kimia, Al-Jabar dan yang lainnya tengah mencapai perkembangannya yang pesat.

Ada tiga faktor pendukung utama ke arah perkembangan pesat dan kemajuan dalam kepustakaan Islam, baik masa Daulah Abbasiyah di Baghdad maupun Daulah Bani Umayyah II di Andalusia. Pertama, dukungan penuh dan peran sentral pemerintahan Islam, khususnya para khalifah Abbasiyah baik secara material maupun usaha dan kebijakan yang dijalankannya. Kedua, berkembangnya tradisi penerjemahan buku-buku berbahasa Asing (non bahasa Arab) ke dalam bahasa Arab, dan jaringan kebudayaan Timur-Barat yang berjalan sangat dinamis, khususnya negeri-negeri berperadaban, akibat difusi kebudayaan, penetrasi dan akulturasi budaya Arab dan non Arab; Yunani dan Persia, Romawi, Syria-Nestorian, Mesir, India dalam kebudayaan, khususnya keilmuan dan kepustakaan. Dan ketiga adalah semangat luar biasa masyarakat Muslim, baik Arab maupun non Arab, khususnya ulama, cendekiawan, dan sastrawan dalam mencintai ilmu, memiliki jiwa petualangan dan pengembaraan terhadap ilmu, sehingga menghasilkan kreatifitas dan produktifitas karya keilmuan yang dapat dinikmati sampai saat ini.

Kepustakaan Islam berkembang dan mencapai puncak kematangannya melalui difusi (diffusion) atau persebaran dan akulturasi pelbagai budaya; Arab, Persia, Greek (Yunani), Romawi dll. (Pendekatan kebudayaan). (Akan dibahas dalam pertemuan berikutnya). Daulah Abbasiyah akan menandai bahasan ini, selain Daulah Bani Umayyah di Andalusia, Spanyol.

Sumber:

Ibn Nadim, al-Fihrith, hlm. 339.

M. Mahir Hamadah, Dr., al-Maktabat fi al-Islam, hlm. 56-57, 85.

Ahmad Amin, Duha al-Islam, juz 1, hlm. 172-179.

Perkembangan Awal Kepustakaan Islam


Masa Daulah Bani Umayyah merupakan masa perkembangan awal kepustakaan Islam. Sampai dengan masa ini, al-Qur’an telah disusun dalam satu Mushaf Uthmani dan disebarluaskan kepada wilayah-wilayah provinsi lain. Hadith telah ditiulis dan dihimpun, secara resmi di bawah perintah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (99-101 H.). Penerjemahan telah berjalan dan menjadi tradisi elite kekhalifahan di bawah komando Khalid Bin yazid Bin Mu’awiyah. Kajian-kajian Fiqh dan Tasawuf berkembang demikian juga tradisi bangsa Arab seperti Ansab dan Syair.

Perkembangan masyarakat Islam dapat dimaknai dalam tiga kategori. Pertama, perkembangan masyarakat Islam sebagai representatif dari elite dan kepemimpinan (khilafah) dalam Islam. Dalam kaitan ini, khalifah-khalifah dan keluarganya memiliki peranan dalam pengembangan kepustakaan dalam Islam. Mengambil beberapa contoh misalnya, Khalifah Mu’awiyah (41 H. – 60 H./662 – 680 M.) telah berhasil mengundang beberapa penulis sejarah Arab (kuno) ke dalam istananya di Damaskus, Syiria, sehingga telah ada tulisan-tulisan mengenai kesejarahan Arab. Khalid Bin Yazid Bin Mu’awiyah (sekitar 63 – 65 H./665 – 668 M.) memiliki kepustakaan tersendiri dalam pelbagai keilmuan, keagamaan, kesusasteraan dan Filsafat Yunani, Ilmu Kimia, Astronomi. Beliaulah yang pertama kali melakukan tradisi penerjemahan ilmu-ilmu tersebut dari Bahasa Yunani dan Ibrani (Yahudi) ke dalam bahasa Arab untuk memperkaya kepustakaannya. Di samping itu, beliau juga menulis beberapa buku, seperti al-Hararat, al-Shahifah al-Shagir dan al-Shahifah al-Kabir. Khalifah Abdul Malik Bin Marwan (65 – 85 H./) juga mengoleksi kitab Tafsir al-Qur’an karya seorang ulama Tabi’in, Sa’id Bin Zubair, dalam koleksi perpustakaan kerajaannya (daulahnya). Perkembangan berikutnya, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (99 – 101 H.) selain mengoleksi kitab-kitab dan buku di atas di Khizanah al-Kutub juga memprakarsai penyusunan hadith-hadith Nabi s.a.w. melalui dua ulama tabi’in Kedua, masyarakat Islam sebagai representatif dari elemen sosial atau bagian dari anggota masyarakat dalam pemerintahan Islam. Ketiga masyarakat Islam dalam konteks kawasan-kawasan yang ditaklukkan oleh daulah Islam masa awal, misalnya, dari Madinah, Syiria (Syam), Baghdad (Irak), Afrika dan Mesir, Turki dll.

Indikator-indikator perkembangan masyarakat Islam Arab dalam kaitannya dengan perkembangan kepustakaan Islam;

a.Istilah-istilah yang digunakan untuk kepustakaan awal;

shahifah, shuhuf dan mushaf, Mushaf al-Imam, al-sufr, al-Zabur (kitab Zabur), al-Taurah (kitab Taurah) dan al-Inzil (kitab Inzil). (masa Nabi s.a.w. dan masa sahabat).

Khizanah al-Kutub/Khazain al-Kutub (kekayaan/perbendaharaan buku-buku) Masa awal Bani Umayyah, seperti Khizanah/Khazain al-Kutub yang dimiliki oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan, Khalid Bin Yazid, Khalifah Umar 60 H.) Bin Abdul Aziz, dll. Pada masa Khalid Bin Yazid Bin Mu’awiyah ini perpustakaan telah berdiri dalam istana kerajaan, sehingga kolektor bukunya adalah khalifah atau keluarganya. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab, Khalid Bin Yazid telah mendatangkan kelompok filosof Yunani yang tinggal di Mesir dan memahami bahasa Arab untuk menerjemahkan buku-buku Filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Perkembangan nama ini beriringan dengan berkembangnya metode penyebaran dan penghimpunan pelbagai ilmu. Selain periwayatan, pada masa ini telah terjadi pula penukilan, penerjemahan dari bahasa luar Arab (buku-buku Persia, Yunani, dalam berbagai bidang seperti kedokteran (al-Tibb), filsafat dll. Oleh karena itu, penerjemahan, penyusunan dan penghimpunan telah dimulai secara resmi pada masa Daulah Bani Umayyah.

Istilah Bait al-Hikmah (rumah ilmu pengetahuan/filsafat), terjadi pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dan semakin berkembang mencapai puncaknya pada masa Khalifah al-Ma’mun.

b. Institusi/lembaga-lembaga pempelajaran dan pendidikan.

Halaqah, Masjid, Madrasah dan al-Jami’ah (universitas)

c. Dalam proses tradisi penulisan;

Pengisahan (penceritaan), periwayatan, imla, pencatatan, penulisan, penghimpunan

Sumber:

S.M. Imamuddin, Some Leading Muslim Library of The World, (Bangladesh : Islamic Foundation, 1983), hlm. 22-23.