Kamis, 30 Desember 2010

Perpustakaan Bait al-Hikmah di Baghdad, Irak


Suatu malam Khalifah al-Ma’mun bermimpi dan bertanya kepada Aristoteles tentang makna kebenaran. Wahai filosof agung apa gerangan makna kebenaran itu?Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut akal. Kemudian apa lagi? Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut syara’ (agama). Kemudian apa lagi? Kebenaran adalah apa saja yang benar menurut pandangan orang mayoritas.

Konon mimpi inilah yang menjadi inspirator bagi Khalifah al-Ma’mun untuk memperkaya Perpustakaan Bait al-Hikmah dengan buku-buku filsafat Yunani. Sebagaimana sudah disebutkan di muka bahwa dari segi istilah yang berbeda-beda,kepustakaan Islam menunjukkan perkembangan dan kematangan (kemajuannya). Istilah Bait al-Hikmah menjadi sangat populer dalam sejarah dan peradaban Islam, karena ia lahir dan berkembang pesat pada masa puncak kemajuan peradaban Islam di Baghdad, Irak. Berbagai periwayatan menyebutkan bahwa perpustakaan Bait al-Hikmah dibangun pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada awal abad ke-3 H./awal abad ke-9 (789 – 809 M.), yang mana berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam, baik ilmu-ilmu keagamaan, seni & kesusasteraan, filsafat, Astronomi, Kimia, Al-Jabar dan yang lainnya tengah mencapai perkembangannya yang pesat.

Ada tiga faktor pendukung utama ke arah perkembangan pesat dan kemajuan dalam kepustakaan Islam, baik masa Daulah Abbasiyah di Baghdad maupun Daulah Bani Umayyah II di Andalusia. Pertama, dukungan penuh dan peran sentral pemerintahan Islam, khususnya para khalifah Abbasiyah baik secara material maupun usaha dan kebijakan yang dijalankannya. Kedua, berkembangnya tradisi penerjemahan buku-buku berbahasa Asing (non bahasa Arab) ke dalam bahasa Arab, dan jaringan kebudayaan Timur-Barat yang berjalan sangat dinamis, khususnya negeri-negeri berperadaban, akibat difusi kebudayaan, penetrasi dan akulturasi budaya Arab dan non Arab; Yunani dan Persia, Romawi, Syria-Nestorian, Mesir, India dalam kebudayaan, khususnya keilmuan dan kepustakaan. Dan ketiga adalah semangat luar biasa masyarakat Muslim, baik Arab maupun non Arab, khususnya ulama, cendekiawan, dan sastrawan dalam mencintai ilmu, memiliki jiwa petualangan dan pengembaraan terhadap ilmu, sehingga menghasilkan kreatifitas dan produktifitas karya keilmuan yang dapat dinikmati sampai saat ini.

Kepustakaan Islam berkembang dan mencapai puncak kematangannya melalui difusi (diffusion) atau persebaran dan akulturasi pelbagai budaya; Arab, Persia, Greek (Yunani), Romawi dll. (Pendekatan kebudayaan). (Akan dibahas dalam pertemuan berikutnya). Daulah Abbasiyah akan menandai bahasan ini, selain Daulah Bani Umayyah di Andalusia, Spanyol.

Sumber:

Ibn Nadim, al-Fihrith, hlm. 339.

M. Mahir Hamadah, Dr., al-Maktabat fi al-Islam, hlm. 56-57, 85.

Ahmad Amin, Duha al-Islam, juz 1, hlm. 172-179.

Tidak ada komentar: