Senin, 24 Januari 2011

Sejarah Peradaban Islam

Sebelum Islam datang bangsa Arab ketika itu disebut sebagai bangsa terbelakang, jika dibandingkan dengan bangsa bangsa lainnya. Kelahiran Nabi Muhammad pada abad ke enam masehi di tanah Arab, membuka babak baru bangsa Arab secara signifikan. Melalui ajaran-ajaran yang diserukan oleh Nabi Muhammad SAW, tatanan politik dan kebudayaan Arab yang awalnya primitive menjadi beradab, dari watak yang keras menjadi santun dan yang sebelumnya teralienasi menjadi dominasi dunia. Toby E. Huff dalam buku The Rise of Early Modern Science berkata “dari abad kedelapan hinga akhir abad ke empat belas, ilmu pengetahuan Arab (Islam) mungkin adalah sains yang paling maju di dunia, yang jauh melampaui Barat dan Cina.
Menurut Ibnu Khaldun, keterbelakangan bangsa Arab saat itu disebabkan kondisi geografis wilayah yang mendominisasi padang pasir dari pada lahan-lahan subur. Wilayah-wilayah padang pasir menciptakan masyarakat pengembara (nomaden). Solidaritas sosial masyarakat pengembara menyatukan masyarakat-masyarakat kecil yang diawali dari hubungan darah yang menjadi satu suku .
Ekspansi bangsa Arab ke luar Jazirah Arab melahirkan imperium baru, wilayah yang semakin luas, dan mulailah terjadi akulturasi budaya antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa dalam wilayah ekspansinya terjalin. Pada saat itu, di sekitar Jazirah Arab terdapat dua kekaisaran besar yakni Kekaisaran SSaniah di Persia dan Kekaisaran Romawi di Bezantium, sekarang Turki .
Melalui jalur kekaisaran Sassaniah dan Romawi inilah umat Islam memformulasikan keilmuannya. Bersamaan dengan penaklukan umat Islam pada kekaisaran Sassaniah dan Romawi, juga dikuasai sejumlah akademi penting, misalnya pusat pendidikan berbahasa Suryani yang terdapat di Edessa, Nisibis, Resain, Homs dan Balbeek . Puncak keilmuan Islam berlangsung pada masa Bani Abbasiyah khususnya dalam pemerintahan Harun al-Rasyid dan Khalifah al-Makmun. Lebih dari satu abad (632-754 M), umat Islam beradaptasi dengan setiap kebuadyaan di luar budaya dirinya. Adabtasi ini meliputi adaptasi bahasa, bentuk adminisrasi pemerintahan, manajemen Negara, bahkan system monarki yang disadur oleh Mu’awiyah diduga berasal dari konsep kerajaan yang berkembang di Romawi .
Meskipun akulturasi budaya telah terjadi sejak masa Khulafa’ al-Rasidun, transformasi keilmuan Yunani dan Persia oleh berbagai kalangan mufakat dimulai pada masa Abbasiyah, yakni ketika pusat pemerintahan dialihkan Khalifah al-Mansur (754-775 M) ke Baghdad, dekat dengan ibu kota Persia. Puncak masa keemasan ilmu pengetahuan Islam itu sendiri hakekatnya di bangun oleh kholifah –kholifah sesudah al-Mansyur, yaitu al-Mahdi (775-785M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813 -833 M) al-Mu’tashim (833-842 M) .
Pada masa Daulah Abbasiyah, keluarga Barmaki, yang merupakan perdana menteri bagi para Khalifah Abbasiyah, juga memiliki perpustakaan pribadi. Demikian juga pada masa Daulah Fatimiyah, banyak sekali rakyat biasa atau tokoh agama tertentu (Yahudi dan Nasrani) memiliki perpustakaan sendiri. Perpustakan pribadi berkembang meluas pada masa kerajaan-kerajaan kecil pasca jatuhnya Daulah Abbasiyah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang perpustakaan Islam pada masa tiga kerajaan besar pasca keruntuhan kekholifahan Abassiyah, yaitu masa kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughol di India.

Pada masa pertengahan muncul sejumlah nama-nama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, meskipun secara politik mengalami kemunduran atau kehancuran, akibat serangan bangsa Mongol dan Tartar. Nama-nama besar tersebut antara lain Omar khayyam, Jalaluddin Rumi, Avecinia, Farabi dan lain-lain.

Tidak ada komentar: