Senin, 03 Januari 2011

Perpustakaan Andalusia (Cordova)


Masa Daulah Bani Umayyah merupakan awal perkembangan kepustakaan Islam. Khizanah al-Kutub, meskipun masih terbatas dalam lingkup istana Daulah Bani Umayyah, telah cukup banyak mengoleksi buku-buku keagamaan, kesusasteraan, filsafat, kimia dan yang lainnya atas jasa Khalid Bin Yazid. Beliau telah membayar para penerjemah buku-buku Yunani dan buku-buku berbahasa asing lainnya ke dalam bahasa Arab.
Kepustakaan Islam di Cordova, Andalusia, Spanyol, tidak dapat dilepaskan juga dari perkembangan kepustakaan Islam di Syiria, disebabkan oleh tiga hal berikut. Pertama, karena pendiri kerajaannya, Abdurrahman al-Dakhil, berasal dari keturunan Bani Umayyah juga. Kedua, dalam mengembangkan dan memajukan kepustakaan Islam di Andalusia, Daulah Bani Umayyah II selalu melakukan hubungan dan memiliki jaringan keilmuan dan kebudayaan dengan Daulah Bani Umayyah I di Damaskus, Syiria dan di wilayah Arab (Timur) lainnya, seperti Baghdad, Irak. Ketiga, awal kemunculan dan perkembangan Daulah Bani Umayyah II di Andalusia, Spanyol juga ditandai oleh eksodus masyarakat Arab-Syiria secara massive yang melakukan imigrasi ke Andalusia. Selain itu, dalam kaitan dengan kepustakaan Islam, Andalusia memiliki hubungan lebih erat dengan Syiria dan dunia Timur (Arab) lainnya, seperti Baghdad, Iraq. Banyak sekali buku-buku kepustakaan di Andalusia yang diimpor dan berasal dari Syiria dan Iraq, meskipun Syiria lebih berperan banyak daripada Baghdad, Iraq, dalam pengayaan dan perbendaharaan buku-buku kepustakaan Andalusia.
Hubungan Cordova (Spanyol) dengan Dunia Timur (Arab), khususnya Syiria dan Iraq mengalami perkembangan pesat. Pemerintahan Bani Umayyah II banyak mengambil buku-buku, ilmu dan ilmuan dari Timur, demikian pula sebaliknya. Para pengembara dan para pencari ilmu serta para ilmuawan tidak sedikit yang ikut berhijrah dari negeri Timur (khususnya Arab, Syria & Iraq) ke Andalusia dan Cordova. Di Ibu Kota Daulah Bani Umayyah II, di bawah pemerintahan al-Hakam I, mereka menjadi penyebar ilmu, pengajar, penulis buku (pengarang), penjual (pebisnis) buku (kitab), sehingga hubungan dan jaringan keilmuan antara dunia Arab (Timur) dengan Spanyol, khususnya Cordova, Andalusia terjalin dengan baik dan menghasilkan banyak-karya-karya keilmuan yang banyak menjadi sumber-sumber kepustakaan Islam. Jaringan keilmuan melalui difusi kebudayaan, baik dengan cara melakukan imigrasi, pengembaraan, penyebaran ilmu melalui pendidikan, pengajaran dan penjualan buku-buku maupun hubungan politik dan diplomasi, menjadi media transformatif yang dinamis dan efektif dalam proses perkembangan lanjutan dan kemajuan kepustakaan Islam. Fenomena ini menunjukkan bahwa jaringan keilmuan pada masa Daulah Bani Umayyah II di Cordova, Andalusia Spanyol dibangun oleh berbagai segmen dan lapisan (strata) sosial dan multi etnis. Inilah yang kemudian menegaskan tesis bahwa tradisi kepustakaan Islam berkembang seiring dengan terjadinya difusi kebudayaan. Dalam kaitannya dengan difusi kebudayaan, tidak dapat diasumsikan satu entitas kebudayaan saja yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan Islam; ia berkembang karena pelbagai kebudayaan yang menyebar dan dinamis, meskipun boleh jadi dalam pelbagai kebudayaan itu ada satu entitas kebudayaan yang paling dominan, seperti budaya Islam atau Yunani atau Persia dan yang lainnya. Difusi kebudayaan itu diperkuat oleh motif kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dari berbagai segmen dan lapisan sosial tersebut, yang tidak hanya menjadikan buku sebagai sebuah industri ekonomi, tetapi aset kebudayaan dan peradaban Islam yang tinggi.
Pada masa ini, kepustakaan Islam tidak hanya berada di dalam istana kerajaan (daulah), tetapi juga menjamur di berbagai kota di Cordova, yang menunjukkan suatu perkembangan yang pesat dan kemajuan dalam kepustakaan Islam. Para ilmuwan Muslim seperti Ibn Hazm, menjadi pemilik perpustakaan pribadi yang mengoleksi banyak buku. Demikian juga para pengembara dan para pebisnis (penjual) buku. Mereka mengoleksi buku-buku kepustakaan yang baru bahkan paling langka dan sulit diperoleh di kepustakaan khalayak (publik) dan membangun bangunan perpustakaan dalam koleksi buku yang sangat banyak.
Hanya saja, dalam konteks perpustakaan pribadi ini tidak disebutkan mengenai sistem pengelolaan (mangment system), pengontrolan dan pegawai yang terlibat dalam pengelolaan serta sistem penggajian. Dalam berbagai sumber hanya disebutkan bahwa kolektor kepustakaan dan pemiliknya membangun sendiri perpustakaannya dan mengelola sendiri kepustakaannya, sehingga pemilik kepustakaan merangkap sebagai pustakawan.
Sumber:
Muhammad Mahir Hamadah, al-Maktabat fi al-Islam, hlm. 95.
S.M. Imamuddin, Some Leading Muslim Libraries....., hlm. 43.

Tidak ada komentar: